Ada
4 metode penatalaksanaan pada karsinoma nasofaring, yaitu:
1.
Radioterapi
Sampai saat ini radioterapi masih
memegang peranan penting dalam penatalaksanaan karsinoma nasofaring.
Penatalaksanaan pertama untuk karsinoma nasofaring adalah radioterapi dengan
atau tanpa kemoterapi.
2.
Kemoterapi
Kemoterapi sebagai terapi tambahan pada
karsinoma nasofaring ternyata dapat meningkatkan hasil terapi. Terutama
diberikan pada stadium lanjut atau pada keadaan kambuh.
3.
Operasi
Tindakan operasi pada penderita
karsinoma nasofaring berupa diseksi leher radikal dan nasofaringektomi. Diseksi
leher dilakukan jika masih ada sisa kelenjar pasca radiasi atau adanya
kekambuhan kelenjar dengan syarat bahwa tumor primer sudah dinyatakan bersih
yang dibuktikan dengan pemeriksaan radiologik dan serologi. Nasofaringektomi
merupakan suatu operasi paliatif yang dilakukan pada kasus-kasus yang kambuh
atau adanya residu pada nasofaring yang tidak berhasil diterapi dengan cara
lain.
4.
Imunoterapi
Dengan diketahuinya kemungkinan penyebab
dari karsinoma nasofaring adalah virus Epstein-Barr, maka pada penderita
karsinoma nasofaring dapat diberikan imunoterapi.
Namun
yang akan kita bahas secara spesifik adalah metode penatalaksanaan radioterapi
pada karsinoma nasofaring.
Radioterapi adalah metode pengobatan penyakit-penyakit
maligna dengan menggunakan sinar peng-ion, bertujuan untuk mematikan sel-sel
tumor sebanyak mungkin dan memelihara jaringan sehat di sekitar tumor agar
tidak menderita kerusakan terlalu berat. Karsinoma nasofaring bersifat
radioresponsif sehingga radioterapi tetap merupakan terapi terpenting.
Radiasi pada jaringan dapat menimbulkan ionisasi air
dan elektrolit dari cairan tubuh baik intra maupun ekstra seluler, sehingga
timbul ion H+ dan OH- yang sangat reaktif. Ion itu dapat bereaksi dengan molekul
DNA dalam kromosom, sehingga dapat terjadi :
1.
Rantai ganda DNA pecah
2.
Perubahan cross-linkage dalam rantai DNA
3.
Perubahan base yang menyebabkan degenerasi atau kematian sel.
Dosis
lethal dan kemampuan reparasi kerusakan pada sel-sel kanker lebih rendah dari
sel-sel normal, sehingga akibat radiasi sel-sel kanker lebih banyak yang mati
dan yang tetap rusak dibandingkan dengan sel-sel normal. Sel-sel yang masih
tahan hidup akan mengadakan reparasi kerusakan DNA-nya sendiri-sendiri.
Kemampuan reparasi DNA sel normal lebih baik dan lebih cepat dari sel kanker.
Keadaan ini dipakai sebagai dasar untuk radioterapi pada kanker.
Pada kongres Radiologi Internasional ke VIII tahun
1953, ditetapkan RAD (Radiation Absorbed Dose) sebagai banyaknya energi yang di
serap per unit jaringan. Saat ini unit Sistem Internasional ( SI ) dari dosis
yang di absorpsi telah diubah menjadi Gray (Gy) dan satuan yang sering dipakai
adalah satuan centi gray (cGy).
1
Gy = 100 rad
1
rad = 1 cGy = 10-2 Gy
Hasil pengobatan yang dinyatakan dalam angka respons
terhadap penyinaran sangat tergantung pada stadium tumor. Makin lanjut stadium
tumor, makin berkurang responsnya. Untuk stadium I dan II, diperoleh respons
komplit 80% - 100% dengan terapi radiasi. Sedangkan stadium III dan IV,
ditemukan angka kegagalan respons lokal dan metastasis jauh yang tinggi, yaitu
50% - 80%. Angka ketahanan hidup penderita karsinoma nasofaring tergantung
beberapa faktor, diantaranya yang terpenting adalah stadium penyakit.
Qin dkk, melaporkan angka harapan hidup
rata-rata 5 tahun dari 1379 penderita yang diberikan terapi radiasi adalah 86%,
59%, 49% dan 29% pada stadium I, II, III dan IV.
a.
Persiapan / perencanaan sebelum radioterapi
Sebelum diberi terapi radiasi, dibuat
penentuan stadium klinik, diagnosis histopatologik, sekaligus ditentukan tujuan
radiasi, kuratif atau paliatif. Penderita juga dipersiapkan secara mental dan
fisik. Pada penderita, bila perlu juga keluarganya diberikan penerangan
mengenai perlunya tindakan ini, tujuan pengobatan, efek samping yang mungkin
timbul selama periode pengobatan. Pemeriksaan fisik dan laboratorium sebelum
radiasi dimulai adalah mutlak. Penderita dengan keadaan umum yang buruk, gizi
kurang atau demam tidak diperbolehkan untuk radiasi, kecuali pada keadaan yang
mengancam hidup penderita, seperti obstruksi jalan makanan, perdarahan yang
masif dari tumor, radiasi tetap dimulai sambil memperbaiki keadaan umum
penderita. Sebagai tolok ukur, kadar Hb tidak boleh kurang dari 10 gr%, jumlah
lekosit tidak boleh kurang dari 3000 per mm3 dan trombosit 100.000 per uL.
b.
Penentuan batas-batas lapangan radiasi
Tindakan ini merupakan salah satu langkah yang
terpenting untuk menjamin berhasilnya suatu radioterapi. Lapangan penyinaran meliputi
daerah tumor primer dan sekitarnya / potensi penjalaran perkontinuitatum serta
kelenjar-kelenjar getah bening regional.
Untuk
tumor stadium I dan II, daerah-daerah dibawah ini harus disinari :
1.
Seluruh nasofaring
2.
Seluruh sfenoid dan basis oksiput
3.
Sinus kavernosus
4. Basis kranii, minimal luasnya 7 cm2
meliputi foramen ovale, kanalis karotikus dan foramen jugularis lateral.
5.
Setengah belakang kavum nasi
6.
Sinus etmoid posterior
7.
1/3 posterior orbit
8.
1/3 posterior sinus maksila
9.
Fossa pterygoidea
10.
Dinding lateral dan posterior faring setinggi fossa midtonsilar
11.
Kelenjar retrofaringeal
12.Kelenjar servikalis bilateral
termasuk jugular posterior, spinal aksesori dan supraklavikular.
Apabila
ada perluasan ke kavum nasi atau orofaring ( T3 ) seluruh kavum nasi dan
orofaring harus dimasukkan dalam lapangan radiasi. Apabila perluasan melalui
dasar tengkorak sudah mencapai rongga kranial, batas atas dari lapangan radiasi
terletak di atas fossa pituitary. Apabila penyebaran tumor sampai pada sinus
etmoid dan maksila atau orbit, seluruh sinus atau orbit harus disinari.
Kelenjar limfe sub mental dan oksipital secara rutin tidak termasuk, kecuali apabila
ditemukan limfadenopati servikal yang masif atau apabila ada metastase ke kelenjar
sub maksila.
Secara
garis besar, batas-batas lapangan penyinaran adalah :
-
Batas atas : meliputi basis kranii, sella
tursika masuk dalam lapangan radiasi.
-
Batas depan : terletak dibelakang bola
mata dan koana
- Batas belakang : tepat dibelakang
meatus akustikus eksterna, kecuali bila pembesaran kelenjar maka batas belakang
harus terletak 1 cm di belakang kelenjar yang teraba.
- Batas bawah : terletak pada tepi atas
kartilago tiroidea, batas ini berubah bila didapatkan pembesaran kelenjar
leher, yaitu 1 cm lebih rendah dari kelenjar yang teraba. Lapangan ini mendapat
radiasi dari kiri dan kanan penderita. Pada penderita dengan kelenjar leher
yang sangat besar sehingga metode radiasi di atas tidak dapat dilakukan, maka
radiasi diberikan dengan lapangan depan dan belakang. Batas atas mencakup seluruh
basis kranii. Batas bawah adalah tepi bawah klavikula, batas kiri dan kanan
adalah 2/3 distal klavikula atau mengikuti besarnya kelenjar. Kelenjar supra
klavikula serta leher bagian bawah mendapat radiasi dari lapangan depan, batas
atas lapangan radiasi ini berimpit dengan batas bawah lapangan radiasi untuk
tumor primer.
c.
Sinar untuk radioterapi
Sinar yang dipakai untuk radioterapi adalah :
1. Sinar Alfa
Sinar alfa ialah sinar korpuskuler atau partikel dari
inti atom. Inti atom terdiri dari proton dan neutron. Sinar ini tidak dapat
menembus kulit dan tidak banyak dipakai dalam radioterapi.
2. Sinar Beta
Sinar beta ialah sinar elektron. Sinar ini dipancarkan
oleh zat radioaktif yang mempunyai energi rendah. Daya tembusnya pada kulit
terbatas, 3-5 mm. Digunakan untuk terapi lesi yang superfisial.
3. Sinar Gamma
Sinar
gamma ialah sinar elektromagnetik atau foton. Sinar ini dapat menembus tubuh.
Daya tembusnya tergantung dari besar energi yang menimbulkan sinar itu. Makin
tinggi energinya atau makin tinggi voltagenya, makin besar daya tembusnya dan
makin dalam letak dosis maksimalnya.
d.
Radioisotop
1. Caecium137 → sinar gamma
2. Cobalt60 → sinar gamma
3. Radium226 → sinar alfa, beta, gamma.
e.
Teknik Radioterapi
Ada 3 cara utama pemberian radioterapi, yaitu :
1. Radiasi Eksterna / Teleterapi
Sumber sinar berupa aparat sinar-X atau radioisotop
yang ditempatkan di luar tubuh. Sinar diarahkan ke tumor yang akan diberi radiasi.
Besar energi yang diserap oleh suatu tumor tergantung dari :
a. Besarnya energi yang dipancarkan oleh
sumber energi
b. Jarak antara sumber energi dan tumor
c. Kepadatan massa tumor.
Teleterapi umumnya diberikan secara fraksional dengan
dosis 150-250 rad per kali, dalam 2-3 seri. Diantara seri 1-2 atau 2-3 diberi
istirahat 1-2 minggu untuk pemulihan keadaan penderita sehingga radioterapi
memerlukan waktu 4-6 minggu.
2. Radiasi Interna / Brachiterapi
Sumber energi ditaruh di dalam tumor atau berdekatan
dengan tumor di dalam rongga tubuh. Ada beberapa jenis radiasi interna :
a. Interstitial
Radioisotop yang berupa jarum ditusukkan ke dalam
tumor, misalnya jarum radium atau jarum irridium.
b. Intracavitair
Pemberian radiasi dapat dilakukan dengan :
- After loading
Suatu aplikator kosong dimasukkan ke dalam rongga
tubuh ke tempat tumor. Setelah aplikator letaknya tepat, baru dimasukkan radioisotop
ke dalam aplikator itu.
- Instalasi
Larutan radioisotop disuntikkan ke dalam rongga
tubuh, misal : pleura atau peritoneum.
3. Intravena
Larutan
radioisotop disuntikkan ke dalam vena. Misalnya I131 yang
disuntikkan IV akan diserap oleh tiroid untuk mengobati kanker tiroid.
f.
Dosis radiasi
Ada 2 jenis radiasi, yaitu :
1. Radiasi Kuratif
Diberikan kepada semua tingkatan penyakit, kecuali
pada penderita dengan metastasis jauh. Sasaran radiasi adalah tumor primer, KGB
leher dan supra klavikular. Dosis total radiasi yang diberikan adalah 6600-7000
rad dengan fraksi 200 rad, 5 x pemberian per minggu. Setelah dosis 4000 rad
medulla spinalis di blok dan setelah 5000 rad lapangan penyinaran supraklavikular
dikeluarkan.
2. Radiasi Paliatif
Diberikan
untuk metastasis tumor pada tulang dan kekambuhan lokal. Dosis radiasi untuk metastasis
tulang 3000 rad dengan fraksi 300 rad, 5 x per minggu. Untuk kekambuhan lokal, lapangan
radiasi terbatas pada daerah kambuh.
g.
Respon radiasi
Setelah diberikan radiasi, maka dilakukan evaluasi
berupa respon terhadap radiasi. Respon dinilai dari pengecilan kelenjar getah
bening leher dan pengecilan tumor primer di nasofaring. Penilaian respon
radiasi berdasarkan kriteria WHO :
-
Complete Response : menghilangkan seluruh kelenjar getah bening yang besar.
-
Partial Response : pengecilan kelenjar getah bening sampai 50% atau lebih.
-
No Change : ukuran kelenjar getah bening yang menetap.
- Progressive Disease : ukuran kelenjar getah bening
membesar 25% atau lebih.
h.
Komplikasi radioterapi
Komplikasi radioterapi dapat berupa :
1. Komplikasi dini
Biasanya terjadi selama atau beberapa minggu setelah
radioterapi, seperti :
- Xerostomia -
Mual-muntah
- Mukositis -
Anoreksi
- Dermatitis
- Eritema
2. Komplikasi lanjut
Biasanya terjadi setelah 1 tahun pemberian
radioterapi, seperti :
- Kontraktur
- Gangguan pertumbuhan
- dll.